Sunday 27 July 2014

Sholeh Yang Tak Alim

cerpen tentang Sholeh  Yang Tak Alim

Sholeh
Yang
Tak Alim


Sholeh dan Alim adalah dua bersaudara yang di besarkan oleh seorang ibu. Hampir setiap hari Alim harus membangunkan kakaknya.
"Kak, Subuh.... Shalat....," suara lembut Alim sambil menggelar sajadahnya yang telah lusuh, tapi suara lembut alim sia-sia.
Tubuh yang di panggil kakak itu bergerak, tapi bukan malah bangun dari tidurnya tapi malah menutup rapat tubuhnya dengan selimut.

Sepeninggal Ayahnya Sholeh sering keluyuran dan pulang malam, akibatnya dia sering terlambat ke sekolah, dan hampir tiap hari tidak sholat subuh.

Berbeda jauh dengan Alim. Sepeninggal Ayahnya, Alim malah semakin rajin beribadah, setelah shalat Alim berdoa untuk kedua orang tuanya. Khususnya untuk Ayahnya.



Di suatu petang, di ruang tamu yang sederhana, ibu sedang menjahit sedangkan Alim mengerjakan pe-er. Suasana di ruang tamu sangat sunyi, yang terdengar adalah suara mesin jahit yang telah tua.
Mesin jahit itu satu-satunya harta yang dimiliki keluarga Alim. Dengan mesin jahit tua itulah ibu Alim tanpa lelah bergulat demi menyambung hidup.
Tiba-tiba,

Nyiiiiiit...braak  ! Suara pintu terbuka setengah di banting. Kontan dua pasang mata yang ada di ruang tamu langsung mengarah ke arah pintu. Sholeh masuk tanpa mengucap salam.

"Kamu dari mana saja sih nak.. sudah mau Maghrib gini kok baru pulang?" tanya ibu dengan suara lembut.

"Bukan urusan ibu !" jawab Sholeh dengan nada membentak.

"Pasti main balap liar lagi kan?" kata Alim sambil menatap kakaknya dengan rasa kecewa.

"Anak kecil jangan sok tahu kamu ! Buk masak apa?" kata Sholeh lagi-lagi dengan nada membentak.

"Itu lihat sendiri di meja makan," jawab ibu berusaha menahan amarag.

Tanpa mempedulikan perasaan ibunya Sholeh menuju meja makan lalu membuka tudung saji yang ada di atas meja makan.

"Apaan nih, tempe lagi-tempe lagi !" suara Sholeh semakin membentak.

"Uang ibu cuma cukup di buat beli tempe sama nasi nak," jawab ibu dengan nada sedih.

"Halah ! Alasan !" Jawab Sholeh dengan berjalan menuju ke kamarnya.

"Sabar ya, bu... ibu doakan saja supaya Allah cepat membuka hati kakak," kata Alim dengan lembut.

"Amin, insya Allah nak," kata ibu sambil mencium dan memeluk Alim. Saat memeluk Alim ada rasa tenang di hati ibu.

"Apa pe-er yang kamu kerjaakan tadi untuk besok nak?" tanya ibu sambil melepaskan pelukannya.

"Lho ibu lupa ya ? besok kan hari Minggu, Alim kan libur sekolahnya," kata Alim.

"Oh, iya ibu lupa," jawab ibu terkulum senyum di wajahnya yang mulai nampak tua.

"Sudah Maghrib, cepat panggil kakakmu," kata ibu sambil menutup pintu.

"Iya bu," jawab Alim sambil berjalan ke kamar kakaknya.

"Kak, bangun. Ayo ita jamaah," ajak Alim. Berkali-kali Alim mencoba mengajak kakaknya berjamaah, tapi kakaknya tidak mau menghiraukannya.

"Bu, kak Sholeh tidak mau bangun," kata Alim sambil menghampiri ibunya.

"Ya sudah biarkan saja. Mungkin dia masih marah. Kamu ambil air wudhu sana gih," kata ibu dengan suara agak pelan.

Seusai Shalat Alim mendengar suara pintu di buka pelan-pelan. Setelah di lihatnya dari jendela ternyata kakaknya keluar rumah.

"Buk! kakak pergi buk," kata Alim sambil menghampiri ibunya yang berada di kamarnya.

"Ya Allah... Sholeh baru saja pulang sudah pergi lagi." kata ibunya seakan berbicara untuk dirinya sendiri. Dari raut mukanya terlihat ia sangat sedih.

"Ya sudah. Kamu tidur sana. Ibu mau tidur di ruang tamu saja," kata ibu khawatir. Karena kelelahan menunggu Sholeh, ibu tertidur di ruang tamu. 2 jam kemudian terdengar
suara

Nyiiiiiit....brak !
Mendengar suara itu ibu langsung terbangun dari tidurnya
"Buk aku belikan handphone!" kata Sholeh dengan nada menyuruh.

"Ya Allah nak, kamu tahu sendiri kan ? kita buat makan saja susah, kok kamu malah minta di belikan HP sih nak," kata ibu sambil mengelus dadanya.

"Sholeh gak mau tahu. Gimanapun caranya pokoknya Sholeh harus di belikan handphone !" ucap Sholeh dengan nada keras.

"Tapi...," belum selesai ibu berbicara, Sholeh langsung menyahutnya.

"Gak ada tapi-tapian ! pokoknya sebelum aku di belikan handpone aku gak akan pulang ke rumah," sahut Sholeh sambil pergi keluar rumah.

Alim yang terbangun menghampiri ibunya setelah kakaknya keluar. Di lihatnya ibu menangis di kursi.

"Ibu kenapa?" tanyanya. Ibu tak menjawab apa-apa. Pertanyaan Alim dijawab dengan uraian air mata.

Semalaman ibu menunggu Sholeh pulang. Dan semalaman pula mulut ibu tak henti hentinya panjatkan doa sambil sesekali tangannya mengusap air matanya.
Sayup-sayup terdengar adzan subuh. Dengan sisa tenaga yang ibu punya, ibu membangunkan Alim. Dan mereka pun Sholat subuh.
Di sela-sela Do'a ibu, Alim mendengar namanya dan kakaknya disebut. Cukup lama tangan ibu menadah ke atas sambil sesekali air matanya menetes. Alim yang duduk di sampingnya hanya diam.
Karena semalaman tidak tidur, ibu merasakan ngantuk yang teramat sangat.

"Alim, ibu minta tolong kau sapu rumahnya ya nak. Sepertinya ibu perlu istirahat",kata ibu.

"Ya bu," jawab Alim.

Beberapa jam kemudian, ketika jam dinding menunjukkan angka 8 lebih 17 menit, datang seorang laki-laki.

"Assalamualaikum." ucapnya.
"Wa'alaikumsalam," terdengar suara alim menjawab.

"Betul ini rumah Bu Wahyu ? dan bisakah saya bertemu dengan beliau ?" tanya laki-laki itu. Belum lama Alim menjawab pertanyaan tersebut, nampak ibu keluar kamar lalu mendekati mereka.

"Ada apa, pak?" tanya ibu dengan perasaan khawatir.

"Maaf ibu. Saya menyampaikan kabar bahwa putra ibu...Sholeh sekarang sedang dirawat di Rumah Sakit Pertiwi, karena kecelakaan balap motor liar. Dan maaf, dia memakai motor temannya," kata laki-laki itu.

"Ya Allah. Kondisinya bagimana, pak? " tanya ibu setengah menjerit sambil menyandarkan tubuhnya di tembok. Jawaban laki-laki itu tak terdengar oleh ibu.

"Ya Allah inikah teguran untuk anakku ? Benarkah Engkau marah karena anakku telah membuat sedih hatiku ?
Ya Allah ampuni anakku."

Ibu tak berhenti menangis dan bibirnya tak berhenti mengucap istighfar.

"Ridho Allah ada pada ridho ibu"

No comments:

Post a Comment